ABDUL Malik tak pernah menyimpan kesal berlama-lama. Ia memilih
mengikuti keinginan kaki menyusuri jalanan ibu kota, melepas pikiran
kusut di tengah pergulatannya mencari nafkah sehari-hari.
Sore hari, Malik terkadang menyempatkan diri berjalan kaki ke Tanah
Abang, melihat-lihat baju yang ia impikan bisa dibelikan untuk Amalia,
anaknya tercinta. Suatu saat nanti, kata Malik, sambil memandang
bangunan tinggi menjulang, setelah upahnya dibayar sang mandor.
Saat
ditemui tribun, Malik banyak bercerita, curhat tentang hidupnya. Saat
sudah hilang kesalnya, Malik kembali menyusuri jalan ke gorong-gorong,
tempat ia berteduh dan tidur selama mengais rezeki di Jakarta.
Gorong-gorong yang ditempati Malik berdiameter satu meter, dengan
panjang kurang lebih 30 meter.
Berada di dalamnya saat siang, cukup
panas. Tapi Malik sudah terbiasa. Sampai-sampai, untuk membuat teduh, di
dekat bibir gorong-gorong ia tanam pohon cery. Sekarang tingginya sudah
dua meter dan mulai rimbun.
Tak ada tempat penyimpanan khusus
pakaian. Malik begitu saja meletakkan beberapa potong kaos, celana, dan
jaket yang sebagian ditemukannya di kali.
"Bantal kapuk saya punya.
Saya menemukannya di kali, saya cuci lalu dijemur. Sekali ada yang bisa
dimanfaatin saya pakai," cerita Malik.
Jika sakit, tambah sakit.
Sang mandor, tak akan mau tahu. Jangankan untuk membawanya ke rumah
sakit atau puskesmas, uang harian Malik malah dipotong lantaran tak
bekerja. Pernah beberapa waktu lalu, Malik buang air besar hingga keluar
darah.
(tribunnews.com)
Sore hari, Malik terkadang menyempatkan diri berjalan kaki ke Tanah Abang, melihat-lihat baju yang ia impikan bisa dibelikan untuk Amalia, anaknya tercinta. Suatu saat nanti, kata Malik, sambil memandang bangunan tinggi menjulang, setelah upahnya dibayar sang mandor.
Saat ditemui tribun, Malik banyak bercerita, curhat tentang hidupnya. Saat sudah hilang kesalnya, Malik kembali menyusuri jalan ke gorong-gorong, tempat ia berteduh dan tidur selama mengais rezeki di Jakarta. Gorong-gorong yang ditempati Malik berdiameter satu meter, dengan panjang kurang lebih 30 meter.
Berada di dalamnya saat siang, cukup panas. Tapi Malik sudah terbiasa. Sampai-sampai, untuk membuat teduh, di dekat bibir gorong-gorong ia tanam pohon cery. Sekarang tingginya sudah dua meter dan mulai rimbun.
Tak ada tempat penyimpanan khusus pakaian. Malik begitu saja meletakkan beberapa potong kaos, celana, dan jaket yang sebagian ditemukannya di kali.
"Bantal kapuk saya punya. Saya menemukannya di kali, saya cuci lalu dijemur. Sekali ada yang bisa dimanfaatin saya pakai," cerita Malik.
Jika sakit, tambah sakit. Sang mandor, tak akan mau tahu. Jangankan untuk membawanya ke rumah sakit atau puskesmas, uang harian Malik malah dipotong lantaran tak bekerja. Pernah beberapa waktu lalu, Malik buang air besar hingga keluar darah.
(tribunnews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
#Yang mau komentar monggooooo...#